Forum Energi Institute for Transition (EITS). Foto/Istimewa
Pengamat Energi Bersama Reforminer Institute,Komaidi Notonegoro Untuk forum Energi Institute for Transition (EITS),
mengatakan, minimnya ketersediaan infrastruktur, Ilmu Pengetahuan dan kebutuhan dana Penanaman Modal yang relatif lebih besar ketimbang energi fosil, kerap menjadi batu sandungan Untuk mengakselerasi Pembuatan EBT terutama Ke Negeri-Negeri berkembang seperti Indonesia.
“Dari Sebab Itu, perlu komitmen yang kuat Bersama pemerintah dan para stakeholders Yang Terkait Bersama sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM),” kata Komaidi, Sabtu (15/6/2024).
Vice President Sustainability Inisiatif, Rating & Engagement PT Pertamina, Indira Pratyaksa mengakui hal tersebut. Ia bilang, Pertamina Memiliki komitmen yang kuat Di energi Ketahanan tapi tak mudah mewujudkannya.
Pertamina telah menetapkan dua pilar strategis Sebagai mendukung Net Zero 2060. Pertama, dekarbonisasi. Hal ini dilakukan Bersama efisiensi energi, pengurangan kerugian pembangkit listrik ramah lingkungan, peralatan statis elektrifikasi, bahan bakar nol karbon atau rendah Sebagai armada termasuk Melewati elektrifikasi, portofolio aktif peningkatan, dan Pembuatan energy lain.
Kedua, Usaha Rendah Karbon & Pengimbangan Karbon. Dianttanya Bersama Ilmu Pengetahuan Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS), Solusi Berbasis Alam-Ekosistem, Solusi Berbasis Ekosistem (NEBS), Pasar karbon, Panas bumi, Matahari, Angin, Bahan Bakar Nabati, Hidrogen Biru & Hijau, Baterai & Ekosistem Sepedamotor Listrik.
“Sebagai memastikan sustainability, bisa dieksekusi tentu tidak Bisa Jadi tanpa pemahaman yang baik, Dari Sebab Itu kami berkolaborasi Bersama berbagai macam entitas, baik Ke internal maupun eksternal Pertamina Sebagai membangun knowledge atas sustainability itu sendiri,” tutur Indira.
Terbaru, Pertamina telah memulai pembangunan Pertamina Sustainability Center sebagai upaya Sebagai mendukung target transisi energi Indonesia yang Merangsang Perkembangan Bersama melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
CEO Pertamina NRE, Jhon Eusebius Iwan Anis mengatakan, Di ini Komunitas dua Ditengah berada Ke masa transisi energi, harus tetap menggunakan energi yang ada yang jumlahnya terus Menimbulkan Kekhawatiran tetapi harus Bersama dekarbonisasi.
Akan Tetapi, ia melihat transisi energy Untuk praktiknya sulit Sebab biayanya mahal. Agar Di ini yang harus dilakukan adalah bagaiman membuat Energi Hijau ini lebih ekonomis.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Agar Ramah Lingkungan, Penerapan EBT Dinilai Butuh Komitmen Bersama