Jokowi memanggil dua pejabat dirut KCIC dan wamen BUMN Ke Di Topik proyek kereta cepat Whoosh menjadi salah satu sumber kerugian WIKA. FOTO/dok.SINDOnews
Ri Jokowi memanggil dua pejabat tersebut Ke Di Topik kereta cepat Whoosh menjadi salah satu sumber kerugian PT Wijaya Karya (WIKA). Proyek Whoosh berkontribusi Di kerugian WIKA mencapai Rp7,12 triliun tahun lalu. Hal ini mewajibkan perseroan menerbitkan obligasi senilai Rp12 triliun Untuk memenuhi penyertaan modal proyek sepur kilat Jakarta-Bandung.
Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan perusahaan Akansegera membayarkan penagihan sesuai Kesepakatan rekayasa pengadaan dan konstruksi atau engineering, procurement and construction (EPC) yang berlaku. Menurut Dwiyana, Di proyek KCIC WIKA bertindak sebagai kontraktor.
“Artinya, semua penagihan Di kontraktor itu harus mengikuti semua yang ada Ke klausul Ke Kesepakatan EPC (Engineering Procurement Construction, semua harus GCG (Good Corporate Governance),” ujar dia.
Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, Agung Budi Waskito Sebelumnya Mengungkapkan, beban bunga utang proyek Kereta Cepat Whoosh sangat tinggi dan membebani kinerja keuangan emiten bersandi saham WIKA. Dampaknya, perusahaan mencatatkan kerugian konsolidasi hingga Rp56 triliun.
Agung mengaku, tingginya penyertaan Sebagai proyek kereta cepat ini membuat perseroan Lebihterus rajin Sebagai menerbitkan obligasi Sebagai Merasakan pinjaman. Justru total beban bunga yang ditanggung perseroan lewat penerbitan obligasi tembus Rp11 triliun.
Agar, Di pinjaman yang cukup besar ini Ke Di laporan tadi ada dua komponen. Pertama adalah beban bunga yang tinggi yang kedua adalah beban lain-lainnya.
“Pertama adalah beban bunga yang memang cukup tinggi. Yang kedua adalah beban lain-lain Ke antaranya mulai tahun 2022 itu kita juga sudah mulai mencatat adanya kerugian Di PSBI atau Kereta Cepat yang tiap tahun juga cukup besar,” jelas Agung.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Dipanggil Jokowi, Bos KCIC Buka Suara Soal Proyek Whoosh Rugikan WIKA Rp7,12 Triliun