Tak hanya buruh, pengusaha pun menolak pemotongan gaji Untuk Tapera. FOTO/dok.SINDOnews
Koordinator Dewan Buruh Nasional Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos mengungkapkan Tapera hanya lah beban tambahan Di sepersekian potongan gaji Lewat pembiayaan iuran BPJS Kesejajaran, pensiun hingga jaminan hari tua.
Dia mengatakan, kenyataannya upah buruh Pada ini masih tergolong rendah terutama Di Kebugaran bekerja Hingga bawah Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang tidak mengedepankan nasib buruh.
“Kita kini harus Memperoleh pemotongan upah Lewat Langkah Tapera sedangkan masih jauh Di kata layak, ini adalah menambah beban kepada kaum buruh dan rakyat,” ujar Nining, Selasa (28/5/2024).
Nining menambahkan pihaknya secara tegas menolak Tapera Lantaran belum memasuki situasi penting Supaya diperlukannya pemotongan gaji tersebut. Dia meminta pemerintah lebih memperhatikan Kesejajaran buruh terutama Lewat pendapatan yang layak dan status hubungan kerja yang manusiawi.
“Sebaiknya Tapera ini dibatalkan Lantaran ini Berencana menambah beban Untuk buruh dan rakyat. Di ini buruh Untuk memenuhi kebutuhan dasar saja, masih harus berhutang sana sini, apalagi ditambah beban Lewat Tapera,” tutur Nining.
Hal senada diungkapkan Bersama Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani. Dirinya menegaskan pihaknya menolak penerapan Tapera Lantaran dinilai memberatkan beban iuran baik Di sisi pelaku usaha dan pekerja/buruh.
“Pemerintah sebaiknya Merencanakan kembali diberlakukannya PP Nomor 21 Tahun 2024. Hal ini lantaran tambahan beban Untuk pekerja 2,5% dan pemberi kerja 0,5% Di gaji yang tidak diperlukan,” jelas Shinta.
Shinta menjelaskan, sebaiknya pemerintah memanfaatkan dana iuran BPJS Ketenagakerjaan jikalau dinilai perlu Untuk pemanfaatan Biaya tabungan pembelian Tempattinggal rakyat. “Lantaran sebenarnya bisa memanfaatkan sumber pendanaan Di dana BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.
Dia melanjutkan, Samping Itu pemerintah juga bisa menggunakan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Di sumber dana Langkah JHT (Jaminan Hari Tua), sebagai fasilitas perumahan Tapera tersebut.
“Sesuai regulasi PP No.55/2015 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, maka aset JHT sebesar 460 Trilyun dapat Hingga gunakan Untuk Langkah MLT perumahan Pekerja. Dana MLT yang tersedia sangat besar dan sangat sedikit pemanfaatannya,” lugas Shinta.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Gaji Jauh Di Layak, Buruh Tolak Pungutan Tapera