Mauritania –
Standar Keindahan perempuan Ke Mauritania unik Tetapi cukup berbahaya. Kandidat pengantin dipaksa menggemukkan badan agar terlihat mapan dan diterima secara sosial.
Mauritania, sebuah Negeri Ke Afrika Utara Di Penduduk Dunia Di lima juta jiwa, Memperoleh Kearifan Lokal leblouh. Kearifan Lokal itu bukan hanya soal makan kenyang, Tetapi memaksa perempuan Untuk mengonsumsi Makanan tinggi kalori. Terutama menjelang menikah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Leblouh bukan sekadar makan berlebihan, tetapi pemaksaan konsumsi Makanan tinggi kalori seperti couscous yang dicampur susu unta berlemak Untuk sarapan. Seorang gadis bisa mengonsumsi 3.000 kalori hanya Untuk sarapan. Porsi itu setara Di 20 burger keju.
Makanan lainnya pun serba berminyak dan berat. Ke Daerah pedesaan, praktik ini lebih umum Lantaran Kearifan Lokal masih kuat dan perempuan tidak diberdayakan Ke luar ranah domestik. Di jurnal Eksperimen Harvard International Review tahun 2022, Di 25% perempuan Ke Mauritania menjalani leblouh, dan Ke pedesaan angkanya bisa mencapai 75%.
Di sehari, anak-anak perempuan itu diberi Makanan hingga 16.000 kalori. Padahal, orang dewasa hanya membutuhkan 2.000 kalori setiap harinya.
Sejarah
Standar Keindahan perempuan Mauritania berasal Di bangsa Moor yang populasinya mencakup dua per tiga Di 3,1 juta penduduk Negeri itu. Mereka memandang perempuan gemuk sebagai simbol status sedangkan perempuan kurus merupakan cerminan Di Jurang Kaya Miskin Lantaran keluarganya Disorot tak mampu Menyediakan makan.
Orang Moor percaya bahwa perempuan gemuk lebih Menarik Perhatian Ke mata pria. Mereka Akansegera lebih mudah menikah dan hidup sejahtera. Di pandangan bahwa cantik harus gemuk, banyak orang akhirnya Melakukanlangkah-Langkah menggemukkan anak-anak perempuan Melewati leubloh.
Kamp Penggemukan
Perempuan-perempuan itu dikirim Ke kamp-kamp penggemukan tempat anak-anak perempuan muda dipaksa makan Di ibu atau nenek mereka. Pada musim hujan, Pada panen melimpah, leblouh dilakukan secara intensif. Malahan, anak-anak perempuan yang menolak makan Akansegera dihukum tidak boleh bermain. Mereka juga Merasakan konflik batin.
Samping Itu, anak-anak bisa Merasakan Kekejaman fisik Di proses ini, seperti Metode “Zayar” yang melibatkan penyiksaan kaki jika mereka menolak makan. Studi Harvard Ke 2013 Menunjukkan bahwa 61% gadis yang menjalani leblouh Merasakan pemukulan dan 29% Merasakan patah tulang. Ironisnya, pelaku Kekejaman sering kali adalah ibu mereka sendiri.
Penggunaan Terapi yang Salah dan Regulasi Terapi yang Lemah
Sahar Zand, seorang jurnalis, Mengusut pasar gelap Ke ibu kota Nouakchott, dan menemukan betapa mudahnya membeli Terapi tanpa resep. Anak-anak perempuan Malahan diberikan pil KB Sebelum dini, Sebelumnya menstruasi Untuk mempercepat pubertas dan menambah berat badan. Beberapa Malahan mengonsumsi Terapi ternak atau steroid Lantaran harganya murah. Terapi-obatan tersebut sering kali tidak Memperoleh label dan dijual secara sembunyi-sembunyi, tanpa regulasi.
Menurut WHO, Mauritania tidak Memperoleh undang-undang yang mewajibkan resep Untuk penggunaan antibiotik. Dampaknya, sulit Untuk mengontrol perdagangan Terapi-obatan yang disebut sebagai “Terapi penggemuk”. Hal ini berbeda jauh Di Amerika Serikat, Ke mana Terapi seperti pil KB memerlukan resep Praktisi Medis, dan fasilitas produksi Terapi diawasi ketat Di FDA (U.S. Food and Drug Administration, 2015).
Dampak Kesejajaran
Konsumsi 16.000 kalori per hari bisa menimbulkan kembung, mual, muntah, dan kelelahan. Kepuasan itu sangat menyakitkan Untuk anak usia lima atau enam tahun. Proses itu mengganggu reseptor leptin yang mengatur rasa lapar dan kenyang, serta menghasilkan gas berlebih. Efek Di lain termasuk pusing dan berkeringat berlebihan.
Selain dampak jangka pendek, para perempuan yang menjalani leubloh juga harus menanggung dampak jangka panjang. Leblouh Meningkatkan risiko diabetes, Gangguan jantung, gagal ginjal, dan osteoartritis.
Sebanyak 18,5% perempuan Mauritania Merasakan obesitas, dibandingkan 6,6% pria (Esposito, 2022). Konsumsi pil KB Di jangka panjang juga menurunkan kepadatan tulang. Lantaran Gizi mereka buruk dan akses Ke Perawatan Medis Kesejajaran terbatas, banyak perempuan Merasakan osteoartritis.
Tingkat diabetes juga Menimbulkan Kekhawatiran, baik Tipe I maupun Tipe II. Makanan berlemak seperti susu unta, couscous, dan lemak hewan berkontribusi Ke Kepuasan ini. Menurut Dr. Vadel Lemine Ke Nouakchott, banyak pasien datang Di kadar gula tinggi, Tetapi data pasti sulit diperoleh Lantaran sistem Kesejajaran yang buruk, hanya tersedia 0,18 Praktisi Medis per 1.000 penduduk Ke Mauritania.
Tekanan Sosial
Walaupun dampak Kesejajaran sangat berat, Kearifan Lokal leblouh tetap bertahan. Banyak ibu tetap bangga telah memaksa anak-anak mereka makan Untuk menikah muda. Salah satu korban Malahan mulai leblouh Ke usia 4 tahun, menikah Ke usia 12, dan hamil Ke usia 13. Tekanan Untuk menjadi istri dan ibu membuat banyak gadis kehilangan harga diri dan dipaksa percaya bahwa gemuk adalah norma Keindahan.
Tetapi, perbedaan mulai terlihat Di Lokasi pedesaan dan perkotaan. Ke ibu kota Nouakchott, Promosi Politik kesadaran mulai Mengurangi praktik leblouh Sebelum 2003. Gym khusus perempuan dibuka, dan aktivis seperti Yeserha Mint Mohamed Mahmoud mulai mendidik perempuan tentang bahaya leblouh. Tetapi, tantangan terbesar adalah menjangkau desa-desa terpencil. Hanya 25% perempuan Ke Mauritania menonton TV, dan lebih sedikit lagi mendengarkan radio. Upaya terbaru termasuk kerja sama Di tokoh agama dan proyek Sahel Women’s Empowerment yang menekankan nilai diri perempuan.
Ke 2017, Mar Jubero Capdeferro, yang menjalankan Langkah gender Perserikatan Bangsa-bangsa (Organisasi Internasional) Ke Mauritania, mengatakan generasi muda Pada ini mulai meninggalkan Kearifan Lokal leblouh. Alasannya Lantaran mereka sudah lebih teredukasi dan melihat langsung dampak buruk Di hal ini.
Perempuan Mauritania Ke perkotaan Memperoleh pandangan sendiri tentang Keindahan. Mereka tidak terjebak Ke stereotip bahwa cantik itu harus gemuk. Tetapi, praktik leblouh ini masih banyak dilakukan Ke Daerah pedesaan Ke mana anak-anak perempuan tidak Merasakan akses Pembelajaran yang baik.
(fem/ddn)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Kearifan Lokal Menggemukkan Kandidat Pengantin Perempuan Ke Mauritania