Sukabumi –
Ke Cagar Alam Sukawayana, ada satu spot yang Dikatakan angker Dari warga. Namanya Batu Kenit. Tapi itu dulu, kini Batu Kenit sudah tak kehilangan mistisnya.
Batu Kenit masih berdiri kokoh, seperti yang telah ia lakukan Pada berabad-abad lamanya. Akan Tetapi kini, dunia telah berubah.
Terbaru dua tahun lalu, kami menjejakkan kaki Ke kawasan ini, hanya ada pepohonan tinggi, akar yang menjalar, dan monyet-monyet liar yang menjadikannya singgasana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, Tempattinggal-Tempattinggal kayu semi permanen menjamur, berdiri tak beraturan, menjadi saksi bisu Di kehidupan yang tersingkir Di pesisir.
Batu Kenit tak lagi diselimuti aura mistis. Wingitnya perlahan sirna, tergantikan Dari kepulan asap dapur sederhana, suara anak-anak yang berlarian, dan keluhan orang-orang yang terpaksa mencari perlindungan Ke sini.
Mereka bukan pendatang, bukan perusak cagar alam, melainkan mereka yang tersingkir Di tanah yang telah mereka huni dan usahakan Pada puluhan tahun.
Malahan sebagian Di mereka mengaku tidak Menyambut serupiah pun kerohiman sebagai bentuk kompensasi Sebagai pergi Di tempat yang mereka huni Sebelumnya Itu.
Ke salah satu sudut yang tak jauh Di Batu Kenit, Ai Nuraeni (53) duduk Ke bangku kayu usang. Tangannya sibuk menyapu halaman kecil Ke Didepan rumahnya yang Terbaru berusia dua minggu. Ia bukan penghuni lama Ke sini, tetapi bukan juga orang Asing Ke kawasan Sukawayana.
“Saya dulu tinggal Ke Katapang Condong, punya warung Minuman Kafein Di tahun 1986. Waktu dibongkar, saya enggak dapat ganti rugi sepeser pun. Sambil yang lain dapat,” katanya Di nada getir, Sabtu (8/2).
Ia mengaku sudah bertanya Hingga berbagai pihak, tapi jawabannya tetap nihil. Kini, ia tinggal sendiri, tanpa orang tua, tanpa suami, hanya bertahan Di kerja serabutan Sebagai bisa makan setiap harinya.
“Saya warga asli Cisolok, tapi sekarang hidup saya Ke Batu Kenit, Sebab enggak ada tempat lain lagi,” aku dia.
Tak jauh Di tempat Ai, Rustandi (45) duduk Ke Didepan bangunan kayu kecil yang ia dirikan sendiri. Ia dulu pemilik warung Minuman Kafein Ke TWA Sukawayana Sebelum 1999. Akan Tetapi Pada pembongkaran terjadi, ia hanya diberi janji tanpa realisasi.
“Saya sempat dijanjikan dapat ganti rugi, tapi nyatanya enggak ada. Begitu warung saya dibongkar, saya langsung pindah Hingga sini,” ucapnya lirih.
Warga tinggal Ke Batu Kenit, Cagar Alam Sukawayana Sukabumi Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar
|
Kini, Sebagai bertahan hidup, Rustandi mencari rongsokan. Ia tahu ini bukan pekerjaan yang layak, tapi setidaknya bisa membuatnya tetap makan. Ia dan istrinya tinggal seadanya, berharap ada kejelasan tentang nasib mereka Hingga Didepan.
Senada Di kisah Ai dan Rustandi, Ipah (45) lebih lama menghuni pesisir. Ia telah tinggal Ke TWA Pantai Sukawayana Pada 30 tahun, membangun hidupnya Di berjualan. Akan Tetapi kini, semuanya telah berubah.
“Kami dipaksa pergi, tak ada ganti rugi yang layak, tak ada opsi tempat tinggal lain. Kami hanya ingin usaha, tapi sekarang harus pindah lagi. Lelah, capek, mau Hingga mana lagi?” keluhnya.
Ipah dan keluarganya, delapan orang Di satu bangunan darurat, kini hidup Di ketidakpastian. Mereka Menyambut surat peringatan, diberi waktu dua minggu Sebagai pergi. Akan Tetapi pergi Hingga mana?
“Kalau kami diusir, kami mau tinggal Ke mana? Masa kami harus tidur Ke trotoar? Kami ini hanya ingin tetap bertahan hidup,” katanya sambil sesekali mengelap matanya yang mulai memerah.
Ia mengaku tak menolak penataan kawasan Dari pemerintah. Ia tak keberatan jika kawasan Sukawayana dipercantik. Yang ia minta hanya satu: solusi.
“Kami bukan menolak ditata, kami hanya minta tempat Sebagai tetap berjualan. Kami tidak bisa diusir begitu saja tanpa ada kepastian,” katanya penuh harap.
Batu Kenit mendengar semua keluhan ini. Jika dulu ia menjadi pusat cerita mistis, kini ia menjadi saksi Di kegetiran manusia. Monyet-monyet yang dulu berlarian bebas kini harus berbagi tempat Di mereka yang mencari Tempattinggal Sambil.
——-
Artikel ini telah naik Ke detikJabar.
(wsw/wsw)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Kisah Batu Kenit Ke Cagar Alam Sukawayana yang Tak Lagi Angker