loading…
Denny JA, Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Foto/Dok. SindoNews
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI)
TUJUH bulan pertama sebuah pemerintahan adalah musim semi politik. Ini waktu ketika harapan publik bertemu Bersama kenyataan Aturan. Ini momen ketika janji Pencalonan Politik mulai diuji Dari denyut kehidupan sehari-hari.
Ke fase inilah legitimasi elektoral diuji ulang Lewat Penampilan nyata. Dan Di konteks ini, pasangan Kepala Negara Prabowo Subianto dan Wakil Kepala Negara Gibran Rakabuming Raka Lagi melintasi ambang ujian awal. Mereka bertemu Bersama sorotan tajam Bersama harapan dan kegelisahan Kelompok.
Survei nasional terbaru Bersama Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA) yang dilakukan Ke 16–31 Mei 2025, menggunakan metode multi-stage random sampling Di 1.200 responden, menampilkan dua wajah Bersama pemerintahan Prabowo–Gibran. Lima rapor biru yang menandakan stabilitas. Dan dua rapor merah yang menjadi alarm sosial.
Survei ini Memiliki margin of error ±2,9% dan diperkuat Bersama Eksperimen kualitatif, wawancara mendalam, FGD, dan analisis media. Hampir seluruh responden (95,1%) menilai Kebugaran sosial Kearifan Lokal Global nasional berada Di keadaan baik hingga sangat baik. Ini indikator tertinggi Ke Di semua sektor.
Kepuasan Di Perlindungan nasional mencapai 83,1%. Diikuti penegakan hukum (67,8%), stabilitas politik (70,8%), dan kinerja ekonomi makro (67,4%). Kelima indikator ini membentuk kerangka kokoh Bersama legitimasi awal. Di Kearifan Lokal sosiologi politik, rasa aman, hukum yang berjalan, dan politik yang stabil adalah fondasi tak terlihat Tetapi terasa.
Mereka adalah dinding kepercayaan yang menopang Tempattinggal Kedaulatan Rakyat. Tetapi hadir pula dua rapor merah. Ini sinyal awal kegelisan Bersama Tempattinggal tangga warga Negeri. Tidak semua ruang Ke Tempattinggal kebangsaan ini terasa hangat.
Dua sektor strategis justru Menyambut rapor merah Bersama publik. Yaitu lapangan pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan pokok. Sebanyak 60,8% Kelompok merasa mencari pekerjaan Pada ini lebih sulit dibandingkan tahun Sebelumnya. Hanya 11% yang merasa lebih mudah, Sambil sisanya tidak melihat perubahan berarti. Keresahan ini melintasi kelas sosial dan latar Belajar. Bersama warga berpenghasilan Ke bawah Rp2 juta hingga mereka yang bergaji Ke atas Rp4 juta per bulan, Bersama lulusan SMA hingga D3 Hingga atas.
Mayoritas Mengungkapkan sulitnya mencari pekerjaan. Malahan Daerah seperti Maluku dan Papua mencatatkan angka tertinggi: 87% warganya Mengungkapkan bahwa lapangan kerja Lebih langka. Sambil Itu, 58,3% responden mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan pokok, sebuah tanda tekanan psikologis domestik, khususnya Ke sektor konsumsi dasar. Ketika harga sembako memberatkan, angka-angka tak lagi sekadar statistik. Mereka menjadi detak jantung Bersama kecemasan kolektif.
Empat Penyebab Rapor Merah. Ada empat alasan utama mengapa tekanan ini muncul Di fase awal pemerintahan:
1. Tahap Awal Implementasi
Banyak Langkah unggulan—seperti Makan Bergizi Gratis, Hilirisasi, Danantara, dan Koperasi Merah Putih—masih Di tahap uji coba.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Lima Rapor Biru, Dua Rapor Merah