Jamalul Insan, Anggota Dewan Pers 2019-2022. Foto/Dok
Anggota Dewan Pers 2019-2022
SETIDAKNYA ada dua hal yang cukup menyita perhatian Komunitas pers Indonesia Di beberapa waktu terakhir. Pertama, Peristiwa Pidana gugatan perdata yang dilayangkan mantan staf khusus Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman Pada dan dua media siber dan dua jurnalisnya, Inikita.co.id dan herald.id.
Gugatan ini tidak tanggung-tanggung sebesar 700 miliar Uang Negara Indonesia, Supaya muncul penilaian bahwa langkah hukum ini sebagai upaya memiskinkan jurnalis dan membangkrutkan media. Tetapi, Selasa (21 Mei 2024) lalu Majelis Hakim Lembaga Proses Hukum Negeri Kelas I Makassar, Sulawesi Selatan, akhirnya Berkata gugatan para Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke verklaard), Bersama pertimbangan hakim Di pokok Perkara Pidana bahwa gugatan Penggugat tidak jelas dan bersifat kabur (Obscuur libel). Para Penggugat sebagai pihak yang kalah juga dihukum membayar biaya Perkara Pidana sebagaimana disebutkan Di amar putusan, sebesar Rp362 ribu.
Gugatan perdata dilayangkan Yang Berhubungan Bersama pemberitaan yang dinilai menyudutkan para penggugat, yakni berita ‘ASN yang dinon-jobkan Di era kepemimpinan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman diduga ada campur tangan Stafsus’ yang terbit 19 September 2023. Sebelumnya Itu para penggugat telah mengadukan kedua media Hingga Dewan Pers.
Hasil kajian Dewan Pers menilai kedua media melanggar Kode Etik Jurnalistik yakni Pasal 1 dan 3 yakni berita yang ditulis tidak akurat dan tidak berimbang. Sanksinya adalah kedua media tersebut wajib memuat Hak Jawab Di Pengadu, yang disertai permintaan maaf kepada pengadu dan Komunitas pembaca. Hal ini sesuai Pasal 15 Ayat (2d) Perundang-Undangan Pers Nomor 40 tahun 1999 bahwa Dewan Pers Memberi pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan Komunitas atas Peristiwa Pidana-Peristiwa Pidana yang berhubungan Bersama pemberitaan pers.
Di penjelasan pasal tersebut dinyatakan pertimbangan atas pengaduan Di Komunitas sebagaimana dimaksud Ayat (2) huruf d adalah yang berkaitan Bersama Hak Jawab, Hak Koreksi, dan dugaan Pelanggar Pada Kode Etik Jurnalistik. Sayangnya, meski telah diberikan hak jawab dan permintaaan maaf, ternyata penggugat bersikukuh meneruskan keberatannya Bersama mengajukan gugatan perdata Hingga Lembaga Proses Hukum.
Sengketa Pers
Keputusan Majelis Hakim yang tidak dapat Memperoleh gugatan para penggugat ini, dapat dijadikan yurisprudensi Di setiap proses penanganan sengketa pers, Bersama mengedepankan penyelesaian secara etik Di Dewan Pers.
Kedua, yang menjadi perhatian Komunitas pers Indonesia belakangan ini adalah soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Sebagian isi pasalnya dinilai banyak kalangan ‘membahayakan kemerdekaan pers’, Supaya menimbulkan penolakan mulai Di Dewan Pers dan konstituennya, serta organisasi profesi wartawan yang Melakukan Unjuk Rasa Di berbagai Lokasi. Salah satu Topik penting adalah soal penyelesaian sengketa pers.
Di naskah Badan Legislasi 27 Maret 2024 Pasal 8A Nilai q Yang Berhubungan Bersama KPI yang diberi kewenangan menyelesaikan sengketa jurnalistik penyiaran. Hal yang sama ditegaskan Di Pasal 42 Ayat 2; “Penyelesaian sengketa Yang Berhubungan Bersama Bersama kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan Dari KPI sesuai Bersama Syarat peraturan perundang-undangan.”
Pasal ini tentu saja “bertabrakan” alias tumpang tindih Bersama Perundang-Undangan Pers Nomor 40 Tahun 1999. Pasal 15 Perundang-Undangan Pers Bersama tegas telah memberi mandat kepada Dewan Pers sebagai salah satu fungsinya yakni menyelesaikan sengketa pers. Malahan bila lebih luas Undang-undang Pers juga Memberi mandat swaregulasi Sebagai pers dan diserahkan pengaturannya Hingga Dewan Pers.
Fungsi Dewan Pers Di lain melindungi kemerdekaan pers Di campur tangan pihak lain; melakukan pengkajian Sebagai Pembaruan kehidupan pers; menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; Memberi pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan Komunitas atas Peristiwa Pidana-Peristiwa Pidana yang berhubungan Bersama pemberitaan pers; Menyusun komunikasi Di pers, Komunitas, dan pemerintah; memfasilitasi organisasi-organisasi pers Di menyusun peraturan-peraturan Di bidang pers dan Meningkatkan Standar profesi kewartawanan; serta mendata perusahaan pers.
Jurnalistik investigasi
Pasal lain yang berbahaya Untuk kemerdekaan pers adalah Pasal 50 B Nilai 2c yakni larangan “penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.” Pasal ini jelas bertetangan Bersama Perundang-Undangan Pers pasal 4 yang berbunyi Pada pers tidak dilakukan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Di pernyataan sejumlah anggota Wakil Rakyat belum ada yang menjelaskan landasan berfikir dan alasan bertenggernya pasal semacam ini Di RUU. Justru ada pernyataan yang Menunjukkan kerancuan pemahaman soal jurnalistik investigasi Bersama tayangan hiburan belaka.
“Latar Dibelakang mengapa Di draf revisi Perundang-Undangan penyiaran dicantumkan larangan lembaga penyiaran Sebagai mencegah terjadinya monopoli penayangan eksklusif jurnalistik investigasi yang hanya dimiliki Dari satu media atau satu kelompok media saja. Padahal setiap media penyiaran Memperoleh kesempatan Sebagai menyiarkan suatu konten.”
Jurnalistik investigatif adalah karya jurnalis yang secara khusus penggarapannya, Supaya nilai eksklusifnya pasti melekat hanya Di mereka yang terlibat. Bisa saja, liputan investigasi dilakukan Dari satu media atau melibatkan beberapa organisasi media. Laporannya melampaui siklus berita harian, Sebab menggali Topik-Topik kompleks dan Menginformasikan kebenaran yang tersembunyi.
Apalagi Pada ini, Di Di dunia yang penuh Bersama misinformasi, jurnalisme investigatif berperan penting memberdayakan Komunitas Bersama informasi yang akurat. Sesuai tujuan jurnalisme yaitu memberi Komunitas informasi yang diperlukan Supaya dapat mengatur dan membuat keputusan Untuk kepentingannya sendiri.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Memberangus Kemerdekaan Pers?