Ide pengetatan aturan iklan rokok tidak adil Bagi industri penyiaran dan Berpeluang memicu pengurangan tenaga kerja. FOTO/Ilustrasi
“Kami meminta agar Pemerintah memikirkan dampak Pada industri kreatif. Yang tidak enaknya lagi adalah Lantaran yang diatur hanya kita, Jalur Digital bebas (tanpa aturan yang ketat),” kata Ketua DPI M Rafiq Di Jakarta, Selasa (28/5/2024).
Padahal, tegas dia, yang seharusnya diatur ketat adalah Jalur Digital lantaran sangat mudah diakses Bersama Kelompok. Di Di Itu, Jalur Digital pun sebagian besar merupakan perusahaan Foreign yang bermarkas Di luar negeri. “Justru ancaman remaja dan anak anak terpapar iklan rokok makin tinggi (Di Jalur Digital). Sekarang remaja dan anak anak mana yang enggak nonton YouTube atau dengar Spotify. Aturan ini Karena Itu percuma, Karena Itu seperti pahlawan kesiangan,” cetusnya.
Pemerintah menurutnya tetap menggunakan aturan yang sudah dijalankan Sebelumnya. Dia mengklaim bahwa Bersama aturan lama pun industri sudah cukup terbebani lantaran banyak Memangkas pemasukan Di iklan rokok. “Kita bukan tidak mau diatur Lantaran Di ini kita diatur dan kita menjalankan Bersama sangat ketat. Kita nurut. Aturan yang sudah ada sudah sangat Memangkas iklan rokok yang menghidupi industri kreatif. Kami meminta agar Pemerintah memikirkan dampaknya,” tandasnya.
Rafiq menjelaskan, iklan rokok sudah diatur Di berbagai pengaturan yaitu UndangUndang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Inisiatif Siaran (P3SPS) yang ditetapkan Bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), serta Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 guna memastikan komunikasi yang ditujukan Bersama produsen hanya menjangkau konsumen dewasa (berusia 18 tahun Di atas). Di Di Itu rambu-rambu tentang iklan rokok juga telah diatur Di Etika Pariwara Indonesia (EPI), yang mana seluruh peraturan dan Syarat tersebut telah dipatuhi secara disiplin Bersama pelaku industri kreatif.
Yang Terkait Bersama dampak beleid Terbaru itu, Rafiq mengatakan bahwa hal ini dapat menghambat Pembuatan industri ekonomi kreatif, yang telah menjadi komitmen kuat baik Bagi pemerintahan Pada ini maupun pemerintahan Lanjutnya Di bawah Pemimpin Negara Prabowo Subianto. Lebih Jelas, aturan ini juga Berpeluang memicu pengurangan tenaga kerja Di sektor ekonomi kreatif yang pascapandemi tersisa 750.000 orang, Di Sebelumnya Di 1 juta orang.
“Jika pengaturan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau ditetapkan Di RPP Kesejaganan, maka kami khawatir angka tenaga kerja tersebut bisa merosot lagi,” tandasnya.
(fjo)
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Pengetatan Iklan Rokok Tidak Adil dan Bisa Picu Pengurangan Tenaga Kerja