Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana Mengungkapkan tak sepakat Bersama sejumlah pasal yang ada Untuk Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Foto: Dok SINDOnews
Hal itu disampaikan Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana Untuk diskusi bertajuk “Menakar Urgensi RUU Penyiaran,” yang digelar Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) Di Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2024).
“Kami juga paham bahwa Perundang-Undangan Penyiaran ini sudah lama dibahas dan perlu ada revisi. Tetapi, Sesudah Itu bukan berarti revisinya justru Akansegera membuat wajah buruk Kedaulatan Rakyat kita. Ini berbahaya,” ujar Yadi.
Ada sejumlah klausul yang ditolak Dewan Pers, salah satunya Pasal 8 huruf A. Klausul itu Menyediakan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Sebagai menangani sengketa pers. Kewenangan KPI itu dipertegas Untuk Pasal 42.
“Sesudah Itu, dipertegas Di Pasal 42 kalau tak salah, ada kewenangan sengketa pers. Mengapa kami menolak pasal ini? Sebab jelas ini Akansegera bertubrukan Bersama Perundang-Undangan No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Artinya ini Akansegera ada tumpang tindih kewenangan. Nah, ini yang berbahaya,” katanya.
Tak hanya itu, pihaknya tak sepakat Bersama Pasal 50 huruf B yang melarang penayangan jurnalisme investigasi. Menurut dia, keberadaan klausul itu memangkas kemerdekaan pers.
“Pelarangan jurnalisme investigasi Di Pasal 50 B Di RUU Penyiaran jelas memangkas kemerdekaan pers,” ujar Yadi.
Dia mengingatkan keberadaan Pasal 1 Perundang-Undangan Pers yang menjelaskan tugas wartawan yakni mencari, mengolah, hingga menyiarkan informasi menjadi berita Hingga khalayak. “Ini adalah salah satu definisi penting yang harus dipahami,” ucapnya.
(jon)
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Perlu, tapi Jangan Membuat Kedaulatan Rakyat Mundur