Pemerintah membatalkan kenaikan PPN 12% Secara Keseluruhan atau hanya diberlakukan Untuk Produk Internasional mewah. FOTO/dok.SINDOnews
Senior Fellow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta mengatakan kenaikan tarif PPN sebenarnya sudah diinisiasi Ke April 2022, Ke mana ketika itu tarif PPN naik Didalam 10% Ke 11%. Dan Kendati PPN telah ditambah, nyatanya penerimaan Lewat PPN Untuk Produk Internasional Mewah (PPnBM) selalu berada Ke Di 3,5% PDB nominal.
Krisna menyebut hal ini Menunjukkan peningkatan PPN 11% Ke 2022 belum berhasil Merangsang penerimaan. Bukan tanpa alasan, mengingat kenaikan tarif Retribusi Negara secara teori Berpotensi Untuk menekan Perkembangan ekonomi. Sebab itu, Kendati tarifnya naik, nilai penerimaan belum tentu ikut naik jika Kegiatan ekonomi menurun.
Krisna berpendapat, tidak efisiennya penerimaan PPN juga diakibatkan Didalam pengecualian Untuk beberapa Produk Internasional dan jasa. Terlebih PPN hanya dikenakan Untuk usaha-usaha yang dimiliki Didalam Pengusaha Kena Retribusi Negara (PKP), yang kemungkinan juga tidak mendominasi pengusaha Ke Indonesia.
Ke Di itu, Lebihterus tinggi PPN, Lebihterus tinggi pula insentif Untuk menjadi pengusaha non-PKP. Untuk itu Krisna menilai perlu dilakukan upaya yang tepat agar bisa Merangsang Lebihterus banyak usaha Untuk dapat menjadi usaha PKP.
“Merangsang Lebihterus banyak usaha Untuk menjadi usaha PKP harus menjadi prioritas. Peningkatan tarif PPN berarti melakukan penarikan Retribusi Negara Ke subjek Retribusi Negara yang Di ini sudah patuh membayar Retribusi Negara,” jelas Krisna, Sabtu (4/1/2025).
Dia melanjutkan, jika tarif Retribusi Negara Meresahkan, maka Lebihterus sedikit alasan Untuk terus menjadi PKP. Sebab itu, ekstensifikasi Untuk menambah jumlah PKP harus diutamakan, alih-alih melakukan intensifikasi Lewat peningkatan tarif.
Pemerintah juga dapat Merangsang ekstensifikasi penerimaan Bangsa Didalam Meningkatkan kemudahan Berusaha, Mengurangi restriksi pasar, dan membangun ekosistem kewirausahaan yang sehat agar Merangsang Perkembangan Pelaku Ekonomi Kecil. Krisna pun mengapresiasi jika pembatalan penerapan PPN 12% dilakukan.
“Pembatalan penerapan PPN 12% Secara Keseluruhan patut diapresiasi Ke Di rendahnya daya beli Komunitas, massive layoff Ke industri padat karya dan deflasi. Memang, Bangsa yang Memiliki target Perkembangan ekonomi yang tinggi Ke umumnya justru melakukan ekspansi fiskal Didalam memotong Retribusi Negara, alih-alih meningkatkannya,” ucapnya.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Tarif PPN 12% Secara Keseluruhan Dibatalkan, Apa Dampaknya?