Jakarta –
Suku Togutil Di Halmahera, Maluku Utara (Malut) menjadi perhatian Setelahnya tiga warganya mendekati area tambang. Siapa dan Di mana Suku Togutil tinggal?
Suku Togutil atau dikenal juga sebagai Suku Tobelo Di merupakan salah satu suku yang primitif dan termasuk Di 21 suku Di Utara Maluku. Hingga Di ini, Suku Togutil masih mempertahankan kuat nilai nilai dan Kearifan Lokal tradisionalnya, membentuk komunitas sendiri dan membatasi komunikasi dan Keterlibatan Didalam komunitas Di luar kelompoknya.
Togutil berarti suku yang Di hutan atau disebut Didalam Bahasa Halmahera “Pongana Mo Hidup”.
Mereka hidup berkelompok dan sangat protektif Di kearifan lokal yang melarang menebang hutan secara tidak teratur. Suku Togutil hidup nomaden dan selalu berpindah pindah Didalam satu tempat Di tempat lainnya.
Suku Togutil tersebar Di beberapa Daerah Maluku Utara yaitu Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Di dan Halmahera Utara. Sebagian area yang mereka tinggali adalah kawasan Taman Nasional Aketajawe-Lolobata, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara.
Suku Togutil, disebutkan Di Bacaan “De Ternate Archipel’ yang terbit tahun 1992. Di Di Bacaan itu dinyatakan Di tahun 1927 ketika pertama kalinya orang Suku Togutil dikenakan Ppn sebesar 1,20 gulden Didalam pemerintah Hindia Belanda dan Di tahun 1929 dan dinaikkan setiap tahunnya sebesar 0,20 gulden. Mereka mulai bermigrasi Didalam Daerah asalnya Sebagai menghindari Ppn yang telah ditetapkan Didalam pemerintah Hindia Belanda Lantaran dirasa terlalu memberatkan mereka.
Belum Tersentuh Pembangunan
Keberadaan Suku Togutil Di Di pedalaman Halmahera Timur sama sekali belum tersentuh Didalam pembangunan, tidak adanya fasilitas Pembelajaran, ketersediaan air bersih dan tidak adanya infrastruktur Kesejajaran dan lain-lain. Karenanya, tingkat Pembelajaran Suku Togutil sanga rendah.
Di tahun 1971, Pemerintah Provinsi Maluku telah melakukan upaya sosialisasi Di rangka Sebagai membangun komunikasi dan membangun Daerah pemukiman Di Kecamatan Halmahera Utara. Kawasan itu berbatasan langsung Didalam etnis lain Didalam tujuan Sebagai membangun komunikasi dan keakraban antar etnis, Akan Tetapi sebagian besar Komunitas Suku Togutil lebih memilih kembali Di hutan dan hidup seperti biasa.
Perilaku dan keseharian Komunitas suku togutil lebih bercirikan kepada Kehidupan Kompleks apa adanya, membatasi diri, khususnya yang berkaitan Didalam kebutuhan keduniawian atau hidup yang berlebih tidak sesuai Didalam standar dan pedoman perilaku serta kaidah-kaidah yang tentunya sarat Didalam makan.
Suku Togutil terletak Di Daerah teritori Kecamatan Wasile Timur. Kecamatan Wasile terdiri Didalam delapan desa dan terletak Di Pada timur Kabupaten Halmahera Timur Didalam jarak Didalam kecamatan kurang lebih 88 km Didalam luas Daerah 318 km persegi.
Berdasarkan data BPS, proyeksi penduduk Wasile Timur Di tahun 2017 adalah sebanyak 11.381 jiwa Didalam rincian laki-laki berjumlah 6.075 jiwa dan 5.306 jiwanya adalah perempuan.
Dusun Tukur-tukur, Desa Dodaga merupakan tempat Suku Togutil menetap Didalam jumlah penduduk dusun tersebut sebanyak 137 jiwa 77 diantaranya adalah laki-laki dan sisanya perempuan.
Soal Pembelajaran dan Kesejajaran belum begitu menyentuh Suku Togutil. Anak-anak Suku Togutil menghabiskan waktunya sesuai Didalam keinginannya dan tidak menentu. Terkadang sebagian mereka sambil bermain dan sebagian lagi memilih Sebagai belajar Di Di kelas.
Kebiasaan itu dikarenakan orang tua mereka lebih senang menyuruh mereka Sebagai berburu daripada mereka pergi Di sekolah. Makanya, tingkat Pembelajaran Komunitas tersebut rendah Di juga dikarenakan pemukiman yang ditempati Didalam mereka jauh Didalam sarana Pembelajaran yaitu berjarak kurang lebih 10 km.
Kepercayaan Suku Togutil
Orang-orang Suku Togutil Memiliki kepercayaan yang terpusat Di ruh-ruh yang menempati seluruh alam lingkungan. Mereka percaya Akansegera adanya kekuatan dan kekuasaan tertinggi yaitu Jou Ma Dutu, pemilik alam semesta yang biasa disebut juga Didalam o -gokiri- moi yang berarti jiwa atau nyawa.
Didalam Lantaran kepercayaannya itu, orang Suku Togutil sangat memelihara alam dan bertahun tahun memanfaatkan berbagai tanaman rempah bukan hanya sekadar Sebagai memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga digunakan sebagai Perawatan obatan tradisional. Orang-orang Togutil mempunyai sistem kekerabatan yang sangat berhubungan erat Didalam etika pergaulan baik Di Berusaha Mengatasi orang tua, saudara ataupun kerabat.
Mereka Disorot tidak sopan jika menyebut nama mertuanya Di berkomunikasi Didalam teman ataupun Di Di banyak orang. Jika melakukannya Lalu ketahuan menyebut nama mertuanya Didalam orang lain maka Akansegera diberikan sangsi atau membayar denda (o bobangu) Di bentuk uang sesuai keputusan kepala adat.
Kekayaan Budaya Dunia itu sudah berjalan lama Di system kehidupan orang-orang Suku Togutil Agar Di sapaan setiap hari mereka tidak menyebut nama Untuk mertua Akan Tetapi menggunakan sapaan meme Sebagai sapaan kepada mertua perempuan dan baba Sebagai sapaan mertua laki-laki.
Suku Togutil melakukan Kegiatan meramu sagu (o peda) maupun usaha mengumpulkan Malahan Konsumsi seperti ubi-ubian, dan berburu hewan liar yang terdapat Di alam bebas Sebagai memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Kegiatan memukul sagu, berburu binatang Di hutan seperti rusa (o manjanga), babi hutan atau o ode, dan Memutuskan hasil Didalam sungai seperti ikan atau o naoko, belut atau o goyoko dan kerang atau o tabule yang terdapat Di sungai-sungai besar.
Semua kegiatan pengumpulan bahan Konsumsi tersebut merupakan rutinitas sehari-hari, dan sudah merupakan sistem mata pencaharian Sebelum dahulu sampai Didalam sekarang, yang tidak dapat mereka tinggalkan.
Di Di pemanfaatan Pada tanaman pun orang-orang Suku Togutil hanya Memutuskan sesuai kebutuhan dan tidak diperkenankan berlebih-lebihan.
Satu Bayi Ditandai Tanam Satu Pohon
Hutan adalah Rumah Untuk orang-orang Suku Togutil maka pohon Disorot sebagai sumber kelahiran generasi Mutakhir. Di Di pelekatan unsur magis tersebut, pohon juga bisa menjadi simbol kelahiran (reproduksi genetika).
Pohon sebagai simbol kelahiran, Merencanakan pemahaman lokal tentang pohon Di upaya Perawatan kerusakan hutan. Malahan beberapa kelompok Komunitas, seperti Suku Togutil Di Daerah Baborino, Kecamatan Maba Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara, ada yang menggunakan pohon sebagai lambang kelahiran seorang bayi Di Di-Di keluarga.
Ketika seorang bayi lahir maka salah satu anggota keluarga harus menanam pohon Mutakhir yang mengisyaratkan generasi Mutakhir telah lahir Di lingkungannya.
***
Penulis adalah peneliti Arkeologi Badan Eksperimen dan Perkembangan Nasional (BRIN).
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Tentang Suku Togutil Di Halmahera yang Diganggu Tambang Hingga Keluar Hutan