Praktisi hukum Deolipa Yumara menjadi pembicara Untuk diskusi publik yang diselenggarakan Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) bertajuk Menakar Urgensi RUU Penyiaran Di Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2024). Foto: SINDOnews/Achmad Al Fiqri
Komentar itu dilayangkan Deolipa Untuk diskusi publik yang diselenggarakan Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) bertajuk “Menakar Urgensi RUU Penyiaran” Di Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2024).
Salah satu yang Dilindungi yakni norma larangan penayangan konten eksklusif jurnalisme investigasi yang tercantum Untuk Pasal 50 B ayat (2) RUU Penyiaran.
“Nah, ternyata ada kata-kata eksklusif, tapi eksklusifnya juga nggak bisa dibahas, gimana kalau kita nggak tahu, apa tidak eksklusif atau eksklusif. Dari Sebab Itu ini adalah kata-kata yang Sesudah Itu sangat-sangat multitafsir,” ujar Deolipa.
Dia menilai diksi eksklusif Untuk beleid RUU itu sangat multitafsir dan Berpeluang menghambat kerja jurnalistik. Padahal, kerja jurnalistik adalah juga kerja-kerja investigasi.
“Kerja jurnalis, kerja pers itu 90% adalah investigasi, 10% adalah menyiarkan kan gitu,” tuturnya.
Menurut dia, pelarangan Di jurnalistik investigasi eksklusif sangat berbahaya dan tidak masuk akal. Deolipa menegaskan kerja pers telah diatur Untuk Aturantertulis Pers dan Aturantertulis ITE.
“Aturantertulis ITE ada, selesai urusan. Siapa lagi yang dikejar? Kalau yang dikejar penyiaran, penyiaran juga Pada Untuk pers,” katanya.
Advokat konstitusi Viktor Santoso Tandiasa menambahkan pembentukan Aturantertulis itu harus dilandasi niat yang baik. Niat itu terlihat Untuk norma yang dituangkan.
“Bagaimana melihatnya? Di mempunyai niat baik atau political will yang baik, mana Sesudah Itu norma itu tentunya secara jelas dan tidak multitafsir. Harus jelas penyampaiannya niat itu,” katanya.
“Kalau pun misalnya Untuk perumusan norma itu masih kurang jelas, maka ada Pada penjelasan. Diturunkan Di Pada penjelasan apa yang dimaksud investigasi secara eksklusif,” ujar Viktor.
(jon)
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Larangan Jurnalisme Investigasi Eksklusif Di RUU Penyiaran, Praktisi Hukum: Sangat Multitafsir