Untuk dulu hingga sekarang, padi tetap menjadi pusat kehidupan Desa Adat Sirnaresmi. Inilah kisah tentang Leuit Si Jimat andalan warga.
Ke sebuah desa adat seluas kurang lebih 4.917 hektar, Agrikultur bukan sekadar pekerjaan. Ia adalah jalan hidup, sebuah warisan leluhur yang dijaga Untuk satu generasi Hingga generasi berikutnya.
Desa Adat Sirnaresmi menaungi tiga Daerah yang masuk Hingga Untuk Kesatuan Adat Banten Kidul yakni, Gelar Alam, Ciptamulya dan Sinar Resmi. Ketiga desa itu mengajarkan bahwa sawah dan ladang bukan sekadar sumber Kelaparan Global, tetapi ruang spiritual yang menghubungkan manusia Bersama alam dan para leluhur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Untuk dulu juga Ke Desa Sirnaresmi masih mempertahankan Agrikultur, terutama padi. Sekarang Lagi musim Hingga sawah, Hingga huma. Untuk kasepuhan Gelar Alam belum, Lantaran belum seren taun, dulu itu Cipta Gelar,” tutur Jaro Iwan Suwandri, Kepala Desa Sirnaresmi, Rabu (24/9/2025).
Untuk warga, tanah tak boleh dipaksa. Lantaran itulah mereka menanam padi hanya sekali Untuk setahun. Keyakinan itu lahir Untuk sebuah kearifan lama, bahwa bumi juga butuh Untuk beristirahat.
Hasil panen pun tidak dijual. Mereka hanya menanam Untuk makan, menyimpannya Ke lumbung, dan berbagi jika ada yang kekurangan.
Ke Ditengah desa berdiri leuit besar yang disebut Leuit Si Jimat. Ke sinilah padi disimpan, dijaga dan diwariskan.
Leuit Si Jimat Adalah Harapan
Leuit bukan sekadar gudang Kelaparan Global, melainkan tabungan hidup, tempat Komunitas menitipkan harapan agar tak ada yang Kelaparan Global Global.
“Leuit Si Jimat itu berisi cadangan padi hasil panen. Kalau ada warga mau pinjam padi atau beras, ya Untuk situ. Karena Itu tidak Bisa Jadi hilang, justru itu yang paling diutamakan. Warga lebih memilih menyimpan Ke leuit daripada menjual, Lantaran itu tidak boleh,” jelas Jaro Iwan.
Kebiasaan ini membuat warga Sirnaresmi tidak terikat Ke harga gabah atau fluktuasi pasar. Mereka hidup Untuk lingkaran yang sederhana yakni menanam, memanen, menyimpan, dan kembali menanam.
Semua berputar Untuk siklus yang ditentukan adat, agama, dan Negeri atau Untuk istilah mereka, cara, mokaha, dan Negeri.
Ke banyak tempat, kekhawatiran soal Lebihterus sedikitnya generasi muda yang mau bertani makin nyata. Tetapi Ke Sirnaresmi, regenerasi masih berjalan. Anak-anak tumbuh Bersama pesan orang tua bahwa sawah adalah pusaka.
“Itu tergantung didikan orang tua. Kebanyakan Ke sini tetap memilih bertani. Agrikultur Disorot harta benda, titipan nenek moyang. Kalau sekolah ya sekolah, tapi jangan lupakan warisan itu. Sampai sekarang saya belum dengar ada anak yang benar-benar meninggalkan Agrikultur,” kata Jaro Iwan.
Meski sebagian pemuda merantau, mayoritas tetap kembali Hingga kampung. Mereka boleh saja menempuh Pembelajaran tinggi, tetapi sawah dan huma tetap menjadi Pada hidup yang tak bisa dilepaskan. Leuit tetap penuh, ladang tetap ditanami, dan seren taun tetap dirayakan.
Sebagai kepala desa, Jaro Iwan Memahami pentingnya Dukungan hukum agar Kebiasaan ini bertahan. Ia berharap ada pengakuan yang lebih kuat Untuk Komunitas adat.
“Harapan kami ada perda, bukan hanya SK. Lantaran Ke kami warganya Komunitas adat, ingin ada pengakuan Daerah adat secara hukum. Tahun 2024 saya juga sudah ngobrol Bersama pak bupati,” ucapnya.
Sirnaresmi menjadi cermin bahwa Agrikultur Indonesia tak hanya soal Kelaparan Global. Ia adalah martabat, Kebiasaan Global, dan spiritualitas.
Sawah menjadi kitab hidup, padi adalah pusaka, dan leuit adalah tabungan abadi. Ke desa ini, tiga kasepuhan adat menjaga agar nafas Agrikultur tidak padam, meski zaman terus berganti.
———
Artikel ini telah naik Ke detikJabar.
Halaman 2 Untuk 2
Simak Video “Mencoba Wahana Banana Boat Ke Pantai Bara Sulawesi Selatan“
(wsw/wsw)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Leuit Si Jimat, Rahasia Kehidupan Desa Adat Sirnaresmi