Jakarta –
Indonesia pernah Memperoleh kapal yang begitu besar. Keberadaannya Di masa silam membuat aneka Negeri takjub dan sangat ditakuti.
Menyitir Indonesia.go.id, Jumat (5/7/2024), wujud sangat besar bagaikan “gargantua” adalah kata yang Mungkin Saja paling pas Untuk menggambarkan sebuah kapal raksasa yang pernah menjadi penguasa pelayaran samudera Di awal penanggalan masehi.
Bahasa Melayu menyebut kapal ini sebagai “jong”, orang Jawa menyebutnya sebagai “jung”, orang Portugis menulisnya sebagai “junco”, sedangkan orang Arab menyebutnya sebagai “j-n-k” yang bila diucapkan mirip cara pengucapan orang Iberia atau Portugis.
Untuk Literatur Nusajawa: Jaringan Asia (2004), ketika menyebut tentang “jung” Di Asia Tenggara, Prof Denys Lombard Di Prancis menyebutnya sebagai kapal-kapal raksasa yang banyak dicatat Di penjelajah Eropa berlayar Di perairan “kun-lun” atau Laut Selatan.
Istilah itu adalah istilah yang disukai Di pencatat sejarah China tentang perairan Di sebelah selatan China daratan yang membentang hingga pulau rempah.
Catatan Tome Pires, penjelajah Portugis abad 16, menyebut nama Pati Unus sebagai panglima yang memimpin armada pasukan laut Di sebuah kapal raksasa yang disebut sebagai “jung”.
Kapal itu begitu besar Supaya bisa menampung Di seribu penumpang. Banyak ahli yang menduga kata “jung” berasal Di perbendaharaan Bahasa China.
Tapi peneliti sejarah, seperti Paul Pelliot, Waruno Mahdi, hingga Manguin, meyakini kata ini lebih tua Di riwayat pelayaran Samudera Cina yang bermula Di masa Dinasti Sung atau Di abad Hingga-10 masehi.
Galangan kapal kayu Di Aceh Di pertengahan 2007 (Foto: Antara foto/Irwansyah Putra)
|
Jung adalah sebuah kapal raksasa Di zaman kuno yang nyaris hilang Di perbendaharaan sejarah.
Pramoedya Ananta Toer Untuk Literatur Arus Balik menyebutnya sebagai “kapal-kapal Majapahit” Untuk membedakan Di “jung” yang dia ceritakan sebagai kapal-kapal yang membawa para pedagang China.
Ukuran kapal Majapahit yang sangat besar dia lukiskan sebagai berikut,
“Dahulu adalah seorang anak desa, Nala namanya. Dia berasal Di sebuah kampung nelayan Di Tuban. Seorang bocah yang Di para dewa dikaruniai Di banyak cipta. Untuk Majapahit dia ciptakan kapal-kapal besar Di lima puluh depa panjang dan sepuluh depa lebar. Bisa mengangkut sampai delapan ratus orang prajurit dan dua ratus tawanan. Kapal-kapal besar, terbesar Di dunia ini, Di seluruh jagad ini.” (Arus Balik, 1995 hal – 852)
Jung sebagai kapal dagang
Pierre-Yves Manguin, salah seorang kolega Denys Lombard Di EFEO (Sekolah Prancis Untuk Area Timur Jauh), pernah menulis khusus tentang “jung”.
Di mata Manguin, kapal-kapal raksasa yang berasal Di galangan-galangan kapal yang Didekat Di kawasan hutan jati Di Cirebon, Jepara, dan Tuban ini adalah kapal dagang utama orang-orang Asia Tenggara.
Kelebihan yang paling utama Di kapal raksasa ini adalah kapasitasnya yang sangat besar dan bisa membawa Barang Dagangan yang sangat bernilai tinggi jika dibawa Untuk jumlah besar Di waktu itu, yakni beras.
Catatan paling tua tentang kapal raksasa Asia Tenggara ada Untuk catatan Ptolemy, ditulis Di Di tahun 100 Masehi. Catatan itu adalah Periplus Marae Erythraensis (catatan laut Pada terluar).
Nama kapal raksasa itu adalah “kolandiophonta’, yang bisa Di Sebab Itu merupakan adaptasi Di terjemahan China “kun lun po”.
Literatur Abad Hingga-3 berjudul Hal-Hal Aneh Di Selatan karya Wan Chen, menggambarkan bahwa kapal itu mampu membawa 700 orang bersama Di lebih Di 10.000 kargo (Di 250-1000 ton).
Kapal ini bukan berasal Di China, tetapi Di Kun-lun, yang besar lebih Di 50 meter panjangnya. Tingginya Di atas air 4 hingga 7 meter.
Sebuah kamus yang disusun Di Huei-Lin bertahun 817 menyebutkan bahwa “… kapal laut besar disebut Di “po”. Menurut Kuang Ya, po adalah kapal pengarung samudera.
Ia Memperoleh kedalaman 18 meter. Kapal ini cepat dan membawa 1.000 orang beserta Barang Dagangan dagangannya.”
![]() |
Tahun 1322 Odoric Pordenone yang berlayar Hingga Asia Tenggara menyebutkan bahwa “zunc” membawa Di 700 orang baik pelaut maupun pedagang.
Hikayat raja-raja Pasai menyebutkan, Kerajaan Majapahit menggunakan “jung” secara besar-besaran sebagai kekuatan lautnya. Mereka dikelompokkan menjadi 5 armada.
Jumlah terbesar “jung” Majapahit mencapai 400 kapal, disertai jenis Malangbang dan Kelulus yang tak terhitung banyaknya.
Gaspar Correia, penulis sejarah abad 16 Di Portugis mencatat tentang pertemuan Alfonso Albuquerque Di kapal raksasa Majapahit yang terjadi Di Selat Malaka.
Pramoedya menyebut, nama Kepala terkenal Portugis itu berdasarkan penamaan orang Jawa pesisir yakni “Kongso Dalbi”.
Catatan Gaspar itu menyebutkan bahwa kapal raksasa itu tidak mempan ditembak meriam yang terbesar. Hanya dua lapis papan yang bisa ditembus Di empat lapis papan kapal itu.
Pada Kepala mencoba Untuk menaikinya Pada Dibelakang kapal Flor de la Mar tidak bisa mencapai jembatannya. Alfonso Albuquerque sendiri mencatat kalau jung itu Memperoleh empat tiang layar. Bobot muatannya Di 600 ton.
Sedangkan yang terbesar tercatat dimiliki Kerajaan Demak Di bobot mencapai 1.000 ton. Fernao Pires de Andrade mencatat Untuk rangkuman Tome Pires kalau kapal itu butuh tiga tahun Untuk membangunnya.
Konon Albuquerque mempekerjakan 60 tukang kayu dan perancang kapal Di Jawa Untuk bekerja Untuk Portugis Di Malaka. Satu buah jung tercatat berhasil dibawa Hingga Portugal dan digunakan menjadi kapal penjaga pantai Di Savacem.
Pedagang Italia, Giovanni da Empoli, Untuk surat-suratnya (1970) menulis bahwa Di tanah Jawa, jung tidak berbeda dibanding benteng, Lantaran Memperoleh tiga dan empat lapis papan, satu Di atas yang lain, yang tidak dapat dirusak Di artileri.
Mereka berlayar bersama Di wanita, anak-anak, dan keluarga mereka, dan semua orang menjaga kamarnya sendiri.
Ciri-ciri jung Nusantara
Manguin, Setelahnya mempelajari berbagai catatan para ahli membuat beberapa kesimpulan tentang karakteristik “jung” orang-orang Asia Tenggara atau Nusantara, yakni:
1. Kapal yang sangat besar Di 50 meter panjangnya Di kapasitas angkut 500 hingga 1.000 orang Di kapasitas beban Antara 250 hingga 1.000 ton
2. Tidak menggunakan besi atau Alat sebagai Ilmu Pengetahuan pembuatannya. Orang Nusantara menggunakan pasak Untuk merekatkan Pada kapal satu sama lain
3. Dinding kapal terdiri Di lapisan-lapisan papan yang terbuat Di kayu jati
4. Tidak adanya satu jenis kemudi. Ada semacam cadik Di dua bilah yang ditaruh Di Dibelakang dek kapal
5. Kapal raksasa itu menggunakan bermacam layar, mulai Di dua layar hingga empat layar besar, lengkap Di sebuah busur besar sebagai kemudi angin.
Hilangnya jung
Anthony Reid berpendapat bahwa kegagalan Pati Unus Di Malaka membawa pengaruh yang besar Untuk hilangnya kapal-kapal besar Di galangan-galangan kapal Di pesisir utara Jawa.
Bergesernya kekuasaan Mataram Hingga pedalaman adalah salah satu yang membuat galangan-galangan kapal yang tersebar Di pesisir ditinggalkan.
Salah satu pukulan terbesar adalah Pada penguasa Mataram menghancurkan sendiri kota-kota pesisir yang menyimpan peninggalan-peninggalan galangan.
Perintah Amangkurat I Di 1655, dicatat Rendra F Kurniawan (2009) sebagai Keputusan represif Mataram yang paling memukul kota-kota pesisir.
Perintah dia Untuk menutup pelabuhan dan menghancurkan kapal-kapal agar tidak memicu pemberontakan membuat punahnya lapisan ahli-ahli pembuat kapal yang Sebelum masa Demak sendiri sudah tinggal sisa-sisa.
Situasi itu Lebihterus diperburuk ketika VOC mulai menguasai pelabuhan-pelabuhan pesisir Di pertengahan abad 18.
Di Pada itu VOC melarang galangan kapal membuat kapal Di tonase melebihi 50 ton dan menempatkan pengawas Di masing-masing kota pelabuhan.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Sejarah Indonesia Pernah Punya Kapal Raksasa yang Ditakuti Dunia