Medan –
Dahulu, tempat ini adalah perumahan elite milik karyawan bengkel kereta zaman Belanda Di Medan. Akan Tetapi kini, kondisinya sangat sepi dan mencekam.
Sepi dan mencekam adalah kesan pertama yang terlintas Pada menapaki kaki Di Jalan Bundaran, Kelurahan Pulo Brayan Bengkel, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan.
Padahal Pada itu matahari Mutakhir sedikit condong Hingga arah Barat. Sejumlah Tempattinggal besar berlantai 2 tegak berdiri Di areal Jalan Bundar tersebut. Tempattinggal-Tempattinggal bernuansa kolonial Belanda itu terlihat kusam dan tidak terawat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada juga Tempattinggal yang sudah hancur, tinggal dindingnya saja. Situasi jalan yang tidak diaspal dan becek, ternyata sudah tidak bisa dilalui kendaraan lagi Lantaran tertutup semak belukar.
Sesuai namanya, Jalan Bundar berbentuk bundar. Jika ingin menyusuri semua sisi, kita harus masuk Untuk Jalan Defender dan Untuk Jalan Bengkel/Jalan Lampu.
Situasi Tempattinggal mewah Di masanya itu sudah seperti tidak terurus. Di Disekitar Tempattinggal yang tidak habis dihitung Bersama jari itu terlihat banyak tumbuh rumput maupun pohon yang menambah kesan horor.
Di Di Itu, terdapat juga Tempattinggal-Tempattinggal yang berukuran kecil yang Untuk kondisinya juga sudah berumur. Tempattinggal-Tempattinggal kecil itu seperti komplek perumahan yang tersusun seperti satu blok.
Perumahan Elit Bengkel Kereta Api Kolonial Belanda Di Medan (Nizar Aldi/detikcom)
|
Untuk Tempattinggal yang ada, PT KAI terlihat Memiliki satu bangunan Di lokasi itu yang diberi Mes Bundar. Mes itu berada Di Di Jalan Bundar Bersama Jalan Bengkel dan dirawat Bersama baik.
Di Disekitar lokasi, terdapat menara air yang cukup besar. Konon menara air tersebut digunakan sebagai penampungan air Untuk perumahan karyawan bengkel kereta api Di masa lalu dan Pada ini sudah ditetapkan sebagai cagar Kearifan Lokal Dunia Bersama Wali Kota Medan Bobby Nasution.
Menurut warga Disekitar, Yusuf (63), Tempattinggal-Tempattinggal Di sana sudah lapuk dan Lalu ambruk. Yusuf sendiri telah tinggal Di 40 tahun Di salah satu pintu masuk Hingga Jalan Bundar.
“Iya hancur, lapuk tumbang,” kata Yusuf.
Banyak Tempattinggal Di lokasi itu sudah tidak ditempati lagi. Yusuf tidak tahu pasti berapa jumlah Tempattinggal peninggalan kolonial Belanda Di areal itu.
“Kera (hitung) aja, yang besar-besar itu, Di Di ada, Di sana ada,” ucapnya.
Penjelasan Sejarawan
Sejarawan Universitas Sumatera Utara (USU) M Azis Rizky Lubis mengatakan jika keberadaan perumahan elit itu awalnya diperuntukkan Untuk karyawan bengkel kereta api yang ada Di Disekitar lokasi Di zaman kolonial Belanda.
Akan Tetapi, pembangunannya tidak bersamaan Bersama perusahaan kereta Deli Spoorweg Matschappij terbentuk Di tahun 1886.
“Karena Itu memang keberadaan komplek perumahan itu tidak terlepas Untuk pembangunan kereta api Di Kota Medan, tetapi bukan berarti ketika Pada Deli Maatschappij Lalu membentuk anak perusahaan namanya Deli Spoorweg Matschappij itu (perumahan) langsung Di bangun,” kata M Azis Rizky Lubis.
Rel kereta api yang menghubungkan Medan Bersama Labuhan sendiri dibangun 1886. Akan Tetapi komplek perumahan Di Jalan Bundar Mutakhir dibangun Di 1919 Pada pembentukan werkplaats atau bengkel kereta api Di Disekitar lokasi.
“Ketika pembangunan jalan kereta api pertama Untuk Medan Hingga Labuhan, itu pun belum ada lokasi, itu dia dibangun seiring Bersama pembentukan bengkel kereta api Di tahun 1919 atau Untuk bahasa Belanda itu werkplaats,” ucapnya.
Bengkel kereta api tersebut hingga Pada ini masih beroperasi dan diberi nama Balai Yasa KAI Pulubrayan. Sukses komplek perumahan bengkel itu disebut juga diperuntukkan Untuk sekolah yang ingin Berkunjung Hingga bengkel kereta api Di lokasi Di masa lampau.
![]() |
“Supaya perumahan itu dibangun Sebagai karyawan-karyawan termasuk juga mess Untuk sekolah perkeretaapian yang mau berkunjung Hingga situ,” ujarnya.
Di Disekitar komplek perumahan Untuk karyawan bengkel kereta api, ada juga beberapa komplek elit Untuk orang Eropa. Sebab Area itu disebut berdekatan Bersama perkebunan Helvetia.
“Di sekeliling itu juga ada komplek-komplek perumahan lain yang Di umumnya didiami Bersama orang Eropa, Supaya dapat dikatakan jugalah Brayan itu termasuk kawasan yang cukup elit, Lantaran tidak jauh Untuk situ kan ada perkebunan Helvetia,” ujarnya.
Pada Jepang menduduki Indonesia, orang Eropa menjadi areal perumahan itu sebagai camp mengungsi. Alasannya selain Lantaran Area perumahan orang Eropa, lokasi itu juga Bersama pelabuhan Di Belawan.
“Kenapa mereka memilih basecamp-nya Di situ Lantaran Di situ memang salah satu Penduduk Dunia orang Eropa selain yang Di Polonia, Lantaran aksesnya juga lebih Disekitar Hingga Belawan,” tuturnya.
Di awal pembangunan rel kereta api Medan-Labuhan tahun 1886, belum ada stasiun Di Pulo Brayan. Pada itu masih ada semacam halte bukan stasiun seperti Pada ini.
——-
Artikel ini telah naik Di detikSumut.
(wsw/wsw)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Dulu Perumahan Elite Karyawan Bengkel Kereta, Kini Sepi dan Mencekam