Jakarta –
Salah satu penumpang Singapore Airlines, pelajar Di Malaysia, Dzafran Amir, bisa saja tidak mengenakan sabuk pengaman Di perjalanan London Hingga Singapura lantaran segala sesuatunya tampak berjalan lancar. Akan Tetapi, ia memilih Sebagai tetap mengencangkan sabuk pengamannya.
Turbulensi parah tak lama terjadi Pada tanda sabuk pengaman Di pesawat SQ321 dimatikan dan awak pesawat Lagi menyajikan Makanan. Orang-orang Lagi berjalan-jalan dan beberapa Di antaranya mengantre Hingga toilet.
“Saya pikir orang-orang Akansegera santai saja (Di situasi seperti itu). Aku hanya tidak melepaskan sabuk pengaman ketika tandanya mengatakan kamu boleh melepaskan sabuk pengaman. Saya biarkan saja,” katanya.
Pria berusia 28 tahun itu lolos Di kecelakaan tanpa Kerusakan fisik sedikitpun ketika pesawat Merasakan turbulensi ekstrem Di Selasa, yang memicu penumpang tidak terikat sabuk pengaman terbang Hingga langit-langit pesawat Sebelumnya terbanting kembali.
Geoff Kitchen, seorang pria Inggris 73 tahun yang dikatakan telah melayani komunitas lokalnya Di beberapa dekade, meninggal Di penerbangan tersebut. Manajer Umum Bandara Suvarnabhumi Kittipong Kittikachorn menyebut serangan jantung kemungkinan besar menjadi penyebab kematian.
Dzafran, yang kini kembali Hingga Malaysia Sebagai liburan musim panasnya menyebut melewati turbulensi ini seperti berada Di puncak atau jurang roller coaster yang sangat tinggi.
“Anda Memperoleh antisipasi Sebagai naik. Dan Di Pada itu, saya merasa perlu mengencangkan sabuk pengaman saya dan semacam mengamankan diri Sebab Di Pada itu, ketika pesawat mulai berhenti dan Lalu menukik Hingga bawah, itulah yang menyebabkan segalanya menjadi sangat, sangat buruk Di Di pesawat,” ceritanya kepada CNA’s Singapore Tonight Di hari Rabu.
Dzafran awalnya mengira itu adalah turbulensi biasa dan menunggu pesawat melewatinya. Akan Tetapi, situasinya Di cepat menjadi membingungkan ketika pesawat mulai bergetar Lebih hebat.
“Orang-orang yang tidak aman, langsung terbanting Hingga atas kabin, menabrak Pada atas bagasi atau lampu Di mana letak kompartemen masker oksigen,” ujarnya.
“Lalu, mereka terbanting Hingga sandaran lengan mereka, punggung mereka terbentur, kepala mereka terbentur sesuatu. Semuanya terjadi Di sekejap,” katanya, seraya menambahkan bahwa orang-orang langsung terengah-engah dan berteriak.
Ketika turbulensi mereda, ada pengumuman Sebagai mengakui apa yang telah terjadi dan seruan Untuk para profesional medis yang bisa secara sukarela memeriksa para penumpang.
Beberapa orang menjawab panggilan tersebut dan melakukan beberapa putaran Sebagai Menyediakan triase dasar, kata Dzafran.
“Para penumpang juga disuruh duduk dan menunggu, Akan Tetapi Di Pada yang sama, Di Di kekacauan dan kebingungan ini, saya merasa bahwa orang-orang, tidak dapat benar-benar menyerap apa yang harus diprioritaskan, apa yang Lagi terjadi,” dia berkata.
Orang-orang yang tidak terluka Lagi berjalan-jalan mencari Smart Phone mereka, yang terlepas Di tangan mereka Sebab kekuatan turbulensi, tambahnya. Mereka segera mencari cara Sebagai berhubungan Di orang yang mereka cintai.
Sampai akhirnya dia tidak Memahami tingkat kerusakan pesawat dan Kerusakan banyak penumpang begitu parah, hingga harus melakukan pendaratan darurat Di Bangkok.
“Panel-panel Di atas kepala kami, panel-panel tersebut benar-benar rusak dan hancur akibat benturan kepala dan tubuh orang-orang. Anda hanya linglung, Di arti tertentu, tidak Memahami apa yang Lagi terjadi,” katanya.
Setelahnya mendarat Di Bangkok, petugas medis dan perawat memeriksa para penumpang.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Lolos Di Kerusakan, Ini Cara Penumpang Singapore Airlines ‘Survive’ Pada Turbulensi Parah