Grounded Garuda Untuk Haji, Mungkinkah?

Pesawat Untuk maskapai Garuda Indonesia. Foto/SINDOnews

MESINGaruda Indonesia terbakar Ke Bandara Hasanuddin Makassar, mesin Garuda rusak Ke Solo, delay Garuda Ke Bandara Madinah parah.

Itulah sederet pemberitaan penyelenggaraan haji yang banyak menyita perhatian publik sepekan terakhir. Kementerian Agama pun (Kemenag) kecewa berat. Jemaah ikut marah besar. Publik juga tak luput geram Didalam kinerja Garuda.

Kekecewaan, kemarahan dan kegeraman itu beralasan. Kegagalan ini bukan kali ini saja dilakukan Didalam Garuda yang notabene maskapai berstatus pelat merah satu-satunya dan Didalam Sebab Itu kebanggaan Indonesia. Topik pesawat rusak dan jadwal penerbangan molor Didalam Sebab Itu kabar rutin Untuk setiap musim haji. Sentilan, kritikan dan Penolakan tak henti dilayangkan. Tetapi faktanya, masalah menahun ini seolah sulit diubah. Banyak pihak dibuat jengah. Tetapi lagi-lagi Garuda tak juga mampu berbenah.

Lantas, Ke Di kejengahan ini, semua harus dibuat pasrah atas ulah Garuda? Tentu jawabannya tidak. Apalagi dampak ketidakprofesionalan manajemen Garuda ini sangat Memperoleh rentetan panjang. Ya, bukan aspek psikologis semata yang membuat jemaah dan banyak pihak kecewa, marah hingga mengernyitkan dahi. Untuk Kementerian Agama, gangguan penerbangan jelas menjadi momok. Sebab, menit per menit jadwal telah diatur sedemikian rupa Untuk mengendalikan pergerakan jemaah baik Dari masuk asrama, naik pesawat, penjemputan Ke bandara tujuan, akomodasi hotel, konsumsi, transportasi Ke Tanah Suci dan lainnya.

Selain melibatkan ribuan orang, seluruh tahapan itu juga menelan Biaya yang besar, mencapai miliaran Uang Negara Indonesia. Artinya, sekali ada pesawat telat, maka panitia haji tak sekadar tercekat tapi juga tercekik. Mereka dipaksa mengubah skema dadakan yang jauh-jauh hari dipikir matang. Tubrukan jadwal pergerakan jemaah menjadi risiko yang pasti terjadi. Belum lagi panitia harus berkomunikasi dan berkoordinasi Didalam otoritas Arab Saudi yang juga tidak mudah dilakukan. Sekali lagi, imbas delay pesawat tak sesederhana layaknya penerbangan komersial lainnya yang Mungkin Saja maskapai cukup memberi kompensasi Didalam air mineral, jajanan ringan atau Malahan penginapan.

Soal transportasi haji ini semua patut mendudukkan secara proporsional. Artinya pendekatannya bukan semata Untuk Kacamata maskapai Didalam bendera Merah Putih atau tidak. Lebih Untuk itu, penyelenggaran haji termasuk Untuk hal pengangkutan jemaah perlu menomorsatukan aspek pelayanan dan perlindungan. Ini sudah final menjadi mandat regulasi yakni Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Berangkat Untuk kesadaran itu, jika ada kerusakan mesin tak terdeteksi hingga sampai terbakar Pada pesawat take off, bukankah itu bukti jauhnya aspek perlindungan? Bukankah delay yang tak henti hingga separuh masa pemberangkatan ini dikategorikan Untuk keteledoran? Data Kemenag menyebut, hingga 19 Mei, tingkat delay Garuda mencapai 47,5 persen. Potensi delay tentu lebih besar lagi Sebab Lebihterus mendekati masa akhir kedatangan jemaah Untuk seluruh dunia Ke Arab Saudi (closing date), lalu lintas penerbangan bakal kian padat.

Untuk pihak tertentu, Mungkin Saja menganggap berlebihan jika harus mengkritik keras manajemen Garuda Indonesia Pada ini. Tetapi, kritikan ini adalah justru menjadi keharusan agar Garuda lebih cepat sadar Akansegera Kesalahan Individu dan bangkit Untuk menjadi lebih baik Ke Di. Tiga masalah mendasar yang setidaknya patut menjadi perhatian Garuda Ke Di adalah soal manajemen sewa pesawat, perubahan sistem pengelolaan pesawat dan penguatan integritas.

Manajemen sewa pesawat ini penting sebab meski keputusan soal besaran biaya haji telah ditetapkan Didalam pemerintah dan Wakil Rakyat lebih dini, faktanya Garuda tak mudah menjalankannya. Dan Begitu Juga, meski model sewa atau carter sudah Didalam Sebab Itu langganan, Tetapi Garuda seperti diakui Direktur Utama Irfan Setiaputra cukup kesulitan Menyambut pesawat Didalam spesifikasi yang diinginkan. Ada banyak argumen Ke balik kesulitan itu. Mulai Untuk jumlah pesawat sewaan yang dinyatakan minim hingga terbatasnya pembuatan pesawat Terbaru Untuk pabrikan.

Rebutan pesawat sewaan Ke pasar Dunia menjadi tak terhindarkan. Bisa Didalam Sebab Itu Sebab imbas kesulitan itu, tahun ini ada beberapa pesawat yang sebenarnya kurang direkomendasikan tapi tetap disewa. Pesawat sewaan Garuda Indonesia yang mesinnya terbakar Ke Bandara Hasanuddin Makassar 15 Mei 2024 misalnya merupakan jenis Boeing 747-400. Yang mengherankan, Garuda sendiri terakhir memensiunkan jenis pesawat Didalam julukan Queen of The Skies ini Ke 6 Oktober 2017. Untuk sini jelas terlihat bahwa pemilihan pesawat saja sudah bermasalah.

Ke haji 2024 ini, Garuda Menyambut jatah melayani penerbangan 109.072 jemaah Untuk sembilan embarkasi. Untuk mengangkut jemaah sebanyak itu, dibutuhkan 18 pesawat. Tetapi Garuda hanya punya 10 pesawat Agar lainnya sewa.

Berpijak Ke Peristiwa Pidana tahun-tahun Sebelumnya, delay kerap kali juga terjadi Sebab kesulitan Garuda Menyambut izin terbang Untuk beberapa Bangsa yang dilewati Untuk tempo cepat. Ini Lalu berpengaruh Ke jadwal lalu lintas penerbangan dan jatah masa parkir, yakni Ke Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz Madinah atau King Abdul Aziz, Jeddah. Kendati sistem ini berkaitan Didalam otoritas Bangsa lain, Tetapi jika disiapkan lebih dini dan rapi, tentu berbagai kendala penuh tantangan itu bisa dipetakan Dari awal.

Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Grounded Garuda Untuk Haji, Mungkinkah?